Bahasa Indonesia Bakal Diajarkan di Universitas Harvard Mulai Tahun 2023
Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa yang bakal diajarkan di Universitas Harvard tahun ini. Bahasa Indonesia bergabung dengan dua bahasa lainnya yang bakal diajarkan di universitas top dunia itu, yakni Tagalog atau bahasa Filipina dan bahasa Thailand.
Kabar tersebut diumumkan melalui surat kabar mahasiswa Universitas Harvard, The Harvard Crimson pada Jumat, 24 Maret 2023. Departemen Studi Asia Selatan akan mempekerjakan tiga pembimbing untuk mengajar bahasa Tagalog, bahasa Indonesia, dan Thailand, untuk penawaran kursus mulai tahun akademik 2023-24.
Dikutip dari bcjambi, Pusat Asia Universitas Harvard mendapatkan dukungan keuangan untuk posisi tersebut melalui upaya penggalangan dana, menurut Direktur Eksekutif Elizabeth K. Liao. Posisi itu akan menjadi penunjukan jangka waktu tiga tahun untuk setiap pembimbing dan dapat diperpanjang hingga lima tahun tambahan.
James Robson, seorang profesor Bahasa dan Peradaban Asia Timur dan direktur Pusat Asia, mengungkapkan bahwa pemerintah dapat memperoleh 1 juta dolar AS atau setara Rp15 miliar dari anggaran Pusat Asia untuk mendanai posisi pembimbing Tagalog. Namun, dia menyebut mendanai posisi tersebut setelah tiga tahun “mungkin tidak sepenuhnya berkelanjutan”.
“Kami sangat bersemangat dan berharap bahwa posisi ini akan menjadi pengubah permainan dalam hal misi jangka panjang Pusat Asia untuk membangun studi Asia Tenggara di Harvard, serta keterlibatan universitas dengan kawasan ini,” tulis Liao dalam sebuah surel.
Galang Dukungan Studi Asia Tenggara
Robson mengatakan Asia Center telah menghabiskan lebih dari dua tahun bekerja untuk meningkatkan pendidikan tentang Asia Tenggara di Harvard. “Apa yang saya harapkan adalah jika kita dapat menunjukkan bahwa ada permintaan untuk bahasa-bahasa ini dan para siswa muncul dan bersemangat tentangnya,” katanya.
Ia menambahkan, “Semoga kita juga dapat menggunakan ini untuk meyakinkan pemerintah untuk lebih mendukung studi Asia Tenggara pada umumnya dan pengajaran bahasa pada khususnya.”
Jorge Espada, associate director untuk Program Asia Tenggara di Asia Center, mengatakan timnya melihat kurangnya penawaran studi Asia Tenggara dan kursus bahasa ketika mereka mensurvei terhadap semua sumber daya semacam itu di Harvard. “Sebagian besar bahasa Asia Tenggara diajarkan sebagai bagian dari format tutorial di Departemen Studi Asia Selatan,” ujarnya.
“Kami ingin melihat apakah bahasa-bahasa ini dapat diajarkan oleh posisi tingkat pembimbing untuk memprofesionalkan pengajaran, membuatnya lebih konsisten, dan membangkitkan antusiasme untuk itu di Harvard,” lanjutnya.
Prestasi 2 Mahasiswa IndonesiaSementara, dua mahasiswa Indonesia, yakni Adella Suwandhi dari Unika Atma Jaya dan Rifki Saputra dari Universitas Jember meraih penghargaan Diplomacy Award Legal Committee di ajang Harvard World Model United Nation (MUN) 2023. Gelaran ini dilaksanakan di Paris, Prancis pada 12–16 Maret 2023.
Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima bcjambi (visit us), Harvard World MUN adalah salah satu ajang simulasi sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) paling prestisius yang diikuti lebih dari 2.000 peserta dari 110 negara setiap tahunnya. Acara ini juga dikenal sebagai olimpiade terbesar untuk kegiatan MUN serupa di level internasional.
Dalam program Djarum Beasiswa Plus, para Beswan Djarum, sebutan bagi penerima Djarum Beasiswa Plus), yang memilih kegiatan International Exposure berkesempatan mengikuti MUN. Di Harvard World MUN 2023 ini, Djarum Foundation mengirimkan delegasi yang terdiri dari sembilan mahasiswa.
Selain Adella dan Rifki, tujuh anggota delegasi lainnya adalah Ahmad Yusril Yusro (Universitas Lampung), Bunga Almia Gane Sari Santina Putri (Universitas Negeri Malang), Farel Muhamad Alfarisi (Institut Teknologi Sepuluh Nopember), Ridha Albary (Institut Teknologi Bandung), Ryan Kam Vikri (Universitas Diponegoro), Shannice Fidelia Akwilla (Unika Atma Jaya), dan Yudika Putra Perdana Pangaribuan (Universitas Brawijaya).
Adella dan Rifki yang dipasangkan sebagai double delegation untuk legal committee berhasil mengungguli 186 peserta dari berbagai negara, yang berkompetisi di komite sama saat mendiskusikan isu Non-Self-Governing Territories atau teritori yang tidak memiliki pemerintahannya sendiri.